Kamis, 28 Maret, 2024

Wakil Rakyat Yang Terhormat

Menjadi anggota DPR RI merupakan dambaan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Pasca reformasi, DPR RI menjadi lembaga negara yang kuat dan kekuasaannya cenderung lebih besar dari lembaga negara lainnya. Tiga fungsi yang dimiliki DPR RI yaitu legislasi, budgeting, dan pengawasan menjadikan institusi DPR RI cenderung disalah gunakan oleh anggotanya yang bermental korup.

Tidak semua naggota DPR RI bermental rusak. Banyak anggota DPR RI yang bersih dan berakhlak mulia. Namun karena kewenangannya yang terlalu besar pada jabatannya tersebut, bisa saja anggota DPR RI yang bersih dan baik bisa tergelincir kekubang korupsi. 
Sepertinya yang pernah diungkapkan oleh Lord Acton, Power tends to currupt, and absolute power corrupps absolutely. Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak akan menghasilkan korup yang mutlak. Artinya jika kekuasaannya terlalu besar kecenderungan untuk korupsinya juga sangat besar. Oleh karena itu, kekuasaan besar yang dimiliki oleh para wakil rakyat tersebut sejatinya digunakan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat.

Kewenangan legislasi DPR RI yang hari-hari ini menjadi kontoversi di mata publik. Kontoversi tersebut akibat delapan fraksi di parlemen minus Nasdem dan PPP mendukung revisi UU MD3 yang perubahan pasal-pasalnya menguntungkan dan bahkan membentengi diri dari jerat hukum para penegak hukum. Awalnya UU MD3 direvisi karena untuk mengakomodir PDIP sebagai partai pemeng Pemilu 2014 yang tidak mendapat jatah pimpinan di DPR RI. 

Namun dalam perkembangannya revisi menyasar pasal-pasal lain termasuk pasal yang pernah dibatalkan MK. Para anggota DPR RI yang terhormat menghidupkan kembali pasal yang isinya bahwa anggota DPR RI yang dipanggil atau dimintai keterangan oleh penegak hukum harus terlebih dahulu meminta ijin Presiden dengan pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
 
Dalam pasal lain juga DPR RI menambahkan kewenangannya yang  yaitu terkait bahwa DPR RI dapat memanggil paksa kepada siapapun melalui kepolisian. DPR RI bukanlah institusi penegak hukum, jadi jangan sampai bertindak melampaui kewenangannya. Dan Polisi jangan sampai dijadikan alat oleh DPR RI untuk memaksa rakyat atau siapapun yang dipanggil DPR untuk datang. Hak rakyat untuk tidak datang jika dipanggil oleh DPR RI. Dan hak rakyat juga untuk menolak jika dimintai keterangan oleh DPR RI.

- Advertisement -

Alih-alih menjadikan lembaga parlemen yang lebih produktif dan inovatif dalam berkarya. Fraksi-fraksi di DPR RI malah bagi-bagi kekuasaan dengan menambah pimpinan DPR dan MPR RI, memperkuat, dan membentengi diri dari kasus-kasus hukum. Rakyat sedang menunggu karya terbaik dari para anggota DPR RI. Rakyat tidak boleh ditipu dan dibohongi dengan janji-janji manis. Rakyat sedang mendambakan institusi DPR RI yang terhormat, berwibawa, dan berintegritas.

Wakil rakyat  sejatinya berjuang untuk kepentingan rakyat. Bukan berjuang untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan partainya. Wakil rakyat merupakan kumpulan orang-orang terhormat. Dan bukan kumpulan orang-orang laknat. Wakil rakyat merupakan kumpulan orang-orang dahsyat. Bukan kumpulan orang-orang yang sesat. Wakil rakyat merupakan kumpulan orang-orang terpilih. Bukan kumpulan orang-orang yang perih. Wakil rakyat merupakan kumpulan orang-orang hebat. Bukan kumpulan orang-orang yang bejat.

Kita sedang menyaksikan aktraksi dan akrobat wakil rakyat yang sedang getol-getolnya untuk mengamankan diri dari jerat hukum. Anggota DPR RI yang tidak jujur dan korup sedang harap-harap cemas jika suatu saat nanti ditangkap KPK. Seperti kita tahu banyak anggota DPR RI yang disebut-sebut dan diduga terlibat kasus tindak pidana korupsi.

Bahkan eks Ketua DPR RI, Setya Novanto menjadi pesakitan karena disangka terlibat dalam dugaan korupsi e-ktp. Wajar jika anggota DPR RI yang lainnya ketar-ketir dan sekuat tenaga untuk membentengi diri dengan merevisi pasal-pasal tertentu dalam UU MD3. Oknum anggota DPR RI juga manusia biasa, pasti ketakutan jika dijadikan tersangka oleh KPK. Selama ini hanya KPK-lah yang berani menangkap anggota DPR RI yang melakukan tindak pidana korupsi.
 
Sedangkan institusi penegak hukum yang lain, jika berhadapan dengan kasus-kasus yang melibatkan anggota DPR RI kasusnya menguap begitu saja. Hampir tidak ada anggota DPR RI yang ditangkap oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Demi untuk menjaga marwah DPR RI, Kepolisian, dan juga Kejaksaan sejatinya ketiga institusi tersebut bekerjasama untuk memberantas korupsi. Bukan untuk menutupi korupsi yang melibatkan oknum-oknum anggota DPR RI yang berkasus.
 
Kita bermimpi memiliki lembaga parlemen yang kuat, bersih, dan berwibawa. Entah mimpi itu akan terlaksana atau tidak. Dan entah kapan akan terlaksana. Namun impian itu tidak boleh hilang. Impian itu akan terwujud jika kita bersama-sama dan bahu-membahu menjadikan institusi DPR RI menjadi lembaga negara yang terhormat dan mulia.

Kita tidak boleh sepenuhnya menyalahkan anggota DPR RI yang tercela dan melakukan tindakan pidana korupsi. Mungkin kita juga yang terlalu permisif dan membiarkan sistem dan budaya korup merajalela di lingkungan kita semua. Sistem yang korup akan menghasilkan pejabat-pejabat yang korup pula. Dan sistem yang korup akan merusak sendi-sendi kehidupan bernegara.

Sistem pemilu yang terbuka dan berbiaya mahal telah menghasilkan pejabat-pejabat yang gelap mata, karena harus mengembalikan biaya politiknya. Karena biaya politik yang tinggi tersebut juga menjadikan anggota DPR RI yang terpilih terjebak pada kubangan korupsi, karena harus untung dan untuk membiayai gaya hidup yang mewah. Tidak dilarang untuk bergaya hidup yang mewah, naumun kewewahan tersebut harus didapatkan dengan cara-cara yang baik dan benar.
 
Mari berbuatlah yang terbaik untuk rakyat. Jangan khianati rakyat hanya untuk kepentingan sesaat. Rakyat mencintai anggota DPR RI yang peduli terhadap mereka. Rakyat jangan hanya dicari dan dibutuhkan hanya ketika Pemilu semata. Tetapi jadikanlah rakyat sebagai jalan untuk pengabdian kepada agama, bangsa, dan negara.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER