Jumat, 29 Maret, 2024

Kemenperin Latih Guru SMK di Bidang Teknologi Keramik

MONITOR, Bandung – Kementerian Perindustrian terus berupaya menghasilkan lulusan sekolah vokasi dengan penguasaan keahlian terapan di bidang industri tertentu, terutama pada sektor prioritas. Dalam hal ini, Balai Besar Keramik (BBK) Bandung bersama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Kemenperin turut andil dalam pelaksaaan program vokasi tersebut.

“Kami telah memberikan pelatihan teknologi keramik kepada 30 orang guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta dan Banten,”  kata Kepala BBK Supomo, di Bandung (4/8).

Pelatihan yang dilaksanakan pada 17-28 Juli 2017 ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para guru SMK di bidang teknologi keramik agar sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. “BBK mendesain pelatihan dengan pemaparan lengkap dan praktik mulai dari pengolahan bahan baku keramik sampai dengan teknik proses pembentukan keramik, penglasiran, hingga pembakaran,” tutur Supomo.

Dalam pelatihan tersebut, lanjutnya, BBK menggandeng salah satu industri ubin keramik PT Gemilang Mitra Sejahtera untuk berbagi pengetahuan mengenai proses produksi. “Kami juga membawa para guru SMK ini untuk berkunjung ke pabrik yang berlokasi di Subang dan juga UPTD Keramik di Purwakarta (Sentra Keramik Plered),” ujarnya.  

- Advertisement -

Supomo berharap, dengan bertambahnya wawasan para guru SMK setelah mengikuti pelatihan keramik, mereka dapat mentransfer ilmu dan teknologi kepada para siswanya dengan lebih optimal. Dengan demikian, target menghasilkan lulusan SMK yang terampil dan siap kerja khususnya di bidang teknologi keramik dapat tercapai. 

Kepala BBK meyakini, pertumbuhan industri keramik nasional masih cukup prospektif seiring dengan pertumbuhan pasar domestik yang terus meningkat. Apalagi, program pemerintah yang salah satunya berfokus pada perumahan rakyat diharapkan dapat menggenjot konsumsi keramik nasional.

“Industri keramik memiliki keunggulan dan potensi yang cukup besar karena memiliki ketersediaan bahan baku yang melimpah dengan deposit tambang bahan baku keramik yang cukup besar dan tersebar di berbagai daerah di wilayah Indonesia,” papar Supomo.

Kegiatan yang dijalankan BBK Bandung dan Pusdiklat Industri ini merupakan wujud nyata pelaksanaan program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri guna menghasilkan tenaga kerja terampil dan produktif. Pelaksanaan program vokasi industri didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan.

“Dalam Inpres tersebut, Kemenperin mendapat tugas, antara lain meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha, memberikan akses yang lebih luas bagi siswa SMK dalam melakukan praktek kerja lapangan dan program pemagangan industri bagi guru,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Kemenperin mencatat, saat ini terdapat 58 perusahaan ubin keramik dengan kapasitas terpasang lebih dari 537 juta m² per tahun, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 62 ribu orang. Volume tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil keramik ke-6 setelah RRT, India, Brazil, Spanyol dan Iran.

Sedangkan untuk kategori industri tableware, tercatat ada 12 perusahaan dengan kapasitas lebih dari 274 juta buah per tahun dengan melibatkan tenaga kerja sebanyak 17 ribu orang. Selain itu, Indonesia juga memiliki enam perusahaan pada industri saniter yang berproduksi mencapai 5,5 juta buah per tahun dengan didukung tenaga kerja sebanyak 9.174 orang.

Peluncuran SuperB4Ttery

Di kegiatan berbeda, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, salah satu unit litbang Kemenperin, telah meluncurkan produk baterai ion litium yang diberi nama SuperB4Ttery. Baterai yang merupakan hasil riset ini bisa digunakan sebagai Power Bank untuk perangkat teknologi dengan kapasitas 7.000 mAh.

“B4T tengah memperhatikan dan memahami akan aktivitas masyarakat yang semakin beragam dan menuntut ketersediaan energi yang instan. Apalagi kegiatan sosial dan bisnis berbasis online di dunia maya dengan perangkat teknologi jinjing (portable) sudah menjadi gaya hidup di masyarakat perkotaan,” kata Kepala B4T Budi Susanto di Bandung, Jumat (4/8).

Menurut Budi, kebutuhan energi yang instan juga semakin tinggi terlebih pada kondisi darurat seperti pada bencana alam. Pasalnya, saat kondisi tersebut, diperlukan energi listrik yang siap digunakan sewaktu-waktu. “Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan teknologi baterai ion litium di B4T dilaksanakan lebih intensif. Atas dasar itulah diresmikan laboratorium riset baterai di B4T pada tanggal 20 Mei 2016,” tuturnya.

Dalam implementasinya, lanjut Budi, tantangan yang paling krusial dalam industri baterai saat ini khususnya baterai ion litium adalah rantai pasok bahan baku dan aplikasi tepat guna yang ekonomis. Selanjutnya, kemudahan pengisian tenaga baterai di ruang publik yang cepat dan aman.

Untuk itu, B4T juga sedang melakukan penelitian untuk pengembangan baterai yang kuat, andal, tahan lama dan mempunyai sistem cepat dalam proses pengisian kembali (recharging). Upaya ini dimulai dengan penyelenggaraan Seminar Industri Nasional B4T dengan tema “Peluang dan Tantangan Industri Pembangkit Energi Nasional Baterai Listrik”.

“Selain membahas tentang perkembangan riset baterai di Tanah Air, di dalam seminar tersebut menyajikan standar-standar terbaru yang dipakai dalam assessment produk baterai dan potensi aplikasi teknologi baterai pada dunia transportasi,” papar Budi.

Selain itu, dalam upaya meningkatkan kerja sama penelitian, pengembangan dan perekayasaan (litbangyasa), B4T menandatangani tiga Nota Kesepahaman (MOU) yaitu dengan Universitas Negeri Sebelas Maret, PT. Inti Daya Multipresisi dan PT. Ceprindo.

Budi berharap, manfaat riset ini akan lebih terasa jika penggunaan baterai dijadikan sebagai cadangan penyimpanan listrik yang dapat diaplikasikan pula pada perumahan, industri, proyek maupun bisnis sehingga aktivitas masyarakat atau pengguna bisa berjalan dengan lancar tanpa kendala dalam hal pasokan energi listrik.

Ketika melakukan kunjungan kerja ke B4T pada Agustus 2016, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta agar riset B4T didorong untuk mendukung pengembangan industri komponen ponsel. “Kami terus mendorong agar smartphone bisa diproduksi di dalam negeri. Pasar di Indonesia saja ada sekitar 60 juta. Untuk itu, kami berharap ada insentif bahan bakunya dibebaskan dari pajak supaya bisa didorong manufakturingnya,” tegas Menperin.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER