MONITOR, Jakarta – Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR.Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K) mengemukakan, semua negara di dunia sampai sekarang melakukan imunisasi rutin bayi dan anaknya, karena imunisasi terbukti bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian.
“Manfaat imunisasi tersebut dibuktikan oleh kajian ilmiah berbagai profesi di lembaga resmi nasional dan internasional,” ungkap Aman.
Mengenai isu-isu yang menyatakan bahwa vaksin berbahaya yang beredar sejak tahun 2003 bersumber dari berita thn 1950-1960an yang dikutip dari beberapa buku dari luar negeri, Ketua IDAI itu mengatakan, bahwa teknologi vaksin thn 1950-1960an sangat berbeda dgn vaksin generasi sekarang.
“Untuk memahami isi dan proses pembuatan vaksin generasi sekarang diperlukan pengetahuan yang mendalam, sehingga tidak semua profesi kesehatan bisa memahaminya,” ujar Aman.
Akibat penyebaran isu yang tidak benar tersebut , menurut Aman, banyak anak Indonesia tidak di imunisasi polio, sehingga thn 2005-2006 terjadi wabah polio di beberapa provinsi. Akibatnya, 352 anak Indonesia lumpuh, cacat, menjadi beban keluarga seumur hidup.
“Akibat penyebaran isu yang salah maka banyak anak Indonesia tidak diimunisasi DPT sehingga terjadi wabah Difteri di Indonesia thn 2007 – 2013. Akibatnya, 2.869 anak dirawat di RS , 131 anak meninggal dunia,” ungkap Aman.
Terkait imuniasi MR, Ketua IDAI DR.Dr. Aman Bhakti Pulungan mengingatkan, bahwa di Indonesia dan beberapa negara lain penyakit rubela semakin menjadi masalah. Ia menyebutkan, sejak tahun 2010-2015 di Indonesia berdasarkan pemeriksaan laboratorium terbukti 6309 anak terserang rubela, 77 % berumur kurang dari 15 tahun.
Menurut DR.Dr. Aman, virus rubela dapat menyerang janin di dalam kandungan ibu, sehingga pada tahun 2015-2016 ada 556 bayi cacat dengan kelainan jantung (79,5 %), buta karena katarak (67,6%), keterbelakangan mental (50%), otak tidak berkembang (48,6%), tuli (31,3%), radang otak (9,5%).
Berdasarkan kajian oleh berbagai profesi kesehatan bersama Kementerian Kesehatan mengenai : bahaya penyakit, kemungkinan menyebar ke / dari negara lain, manfaat vaksin, ketersediaan vaksin, anggaran dll, manueur Aman, maka imunisasi rutin perlu ditambah dengan imunisasi Rubela (R) yang digabung dengan imunisasi campak (measles = M) .
Karena itu, mulai Agustus 2017 di pulau Jawa dilakukan imunisasi MR untuk anak sekolah, pada September 2017 untuk anak mulai usia 9 bulan dan yang belum bersekolah, walaupun mereka sudah pernah imunisasi campak /rubela atau sakit campak/ rubela .
“Pada tahun 2018 imunisasi MR akan dilakukan di luar pulau Jawa : Agustus 2018 di sekolah-sekolah, September 2018 untuk bayi 9 bulan dan anak belum bersekolah. Setelah itu MR akan masuk ke program imunisasi rutin untuk menggantikan imunisasi campak pada umur 9 bulan, 18 bulan dan 6 tahun,” terang Aman.
Ketua Umum IDAI itu meyakini, imunisasi MR serentak dalam satu periode pada semua anak umur 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun akan menghasilkan kekebalan yang merata dan tinggi sehingga virus tersebut sulit menyebar, dan bermanfaat menurunkan kejadian wabah, sakit berat, cacat atau kematian karena campak dan rubela.
Terkait soal kehalalan MR, Aman menerangkan, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 31 Juli 2017 telah mengeluarkan rekomendasi no. U-13/MUI/KF/VII/2017, yang isinya memberikan dukungan pelaksanaan program imunisasi termasuk imunisasi Measles dan Rubela (MR).
Aman juga menyebutkan, bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang anggotanya terdiri dari pakar profesi kesehatan dari banyak negara mendukung program imunisasi MR karena penyakit ini selain menjadi masalah Indonesia juga masalah internasional.
Untuk itu, Ketua Umum IDAI itu mengakau masyarakat me lanjutkan imunisasi rutin ditambah imunisasi MR untuk mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi dan anak kita.