Jumat, 26 April, 2024

Minta Fatwa ke MA soal Grasi, Langkah Jaksa Agung Dinilai Kurang Tepat

MONITOR, Jakarta – Agustus lalu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan permohonan agar Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan fatwa terkait pengajuan grasi bagi narapidana. Hal itu guna memberikan kepastian bagi Kejaksaan dalam mengeksekusi hukuman mati para terpidana, khususnya kasus narkotika.

Institute for Criminal Justice Reform (CJR) menilai, tindakan Jaksa Agung yang demikian kurang tepat, pasalnya selain yang dimintakan bukan domain MA, Jaksa Agung disarankan lebih berfokus dalam membaca putusan MK.

"Tidak perlu lagi ada perdebatan soal larangan eksekusi mati dalam hal terpidana mengajukan grasi sebagaimana tertulis dalam pasal 3 UU Grasi ketentuan yang diperkuat melalui putusan MK," kata Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu, Rabu (4/10).

Dalam catatannya, MK telah mengeluarkan keputusan terkait permohonan pengujian Pasal 7 ayat 2 UU No 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi). Pasal tersebut mengatur grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika lebih dari satu tahun dianggap kadaluwarsa.  Lebih lagi dalam Putusan No.107/PUU-XII/2015, MK memutuskan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.

- Advertisement -

Erasmus memantau bahwa Permintaan Jaksa Agung tersebut telah dijawab oleh MA dengan surat bernomor 7/WK.MAT/III/2017 yang ditandatangani Wakil Ketua MA RI Bidang Yudisial. Dalam surat tersebut MA mengebalikan teknis pelaksanaan putusan sepenuhnya ke Jaksa sebagai eksekutor.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER