Kamis, 28 Maret, 2024

AFEB PTM: Kebijakan Ekonomi Harus Mampu Membaca Kebutuhan Rakyat

MONITOR, Surabaya – Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEB) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) digelar pada tanggal 22 – 23 November 2017, dengan mengambil tema 'Membangun Kekuatan Ekonomi Umat Berbasis Riset'. Munas ini dirangkaikan dengan kegiatan Seminar Nasional, Pertemuan Dekan dan Asosiasi Program Studi se FEB PTM, dan Call for Papers bidang ekonomi dan bisnis.

"Dalam Munas ini menelorkan beberapa rekomendasi penting," ujar Ketua AFEB PTM Mukhaer Pakkana mengawali sambutannya.

Mukhaer Pakkanna menyatakan, ada tiga rekomendasi penting. Pertama, dengan meningkatnya gairah penguatan ekonomi ummat yang ditandai meningkatnya lembaga keuangan syariah, produk-produk syariah, bergeraknya sektor riil dengan keberadaan retail dan swalayan syariah. 

"Peningkatan ini belumlah memuaskan jika dibanding besaran populasi umat Islam di Tanah Air, apalagi jika dibanding Malaysia atau negara-negara lain yang tidak berpopulasi mayoritas umat Islam," ujarnya.

- Advertisement -

Oleh karena itu, Mukhaer mengatakan AFEB PTM mengusulkan agar pergerakan gairah ini tidak sakadar semangat sesaat, tapi terlembaga hingga ke pelosok-pelosok desa dan menyentuh pada aspek kebutuhan riil rakyat. Instrumen wakaf, zakat, infaq, sadoqah dan lainnya, menjadi instrumen penting dalam meredistribusi  aset demi tegaknya keadilan sosial. 

Ketua STIE Ahmad Dahlan Jakarta ini menambahkan, masjid dan mushola serta para mubaligh harus menjadi garda terdepan dan memiliki kapasitas mensosialisasikan instrumen-instrumen tersebut.

Kedua, memasuki tahun 2018, yang dianggap tahun politik, AFEB PTM menghimbau agar konsentrasi penguatan kapasitas ekonomi rakyat jangan sampai terbengkelaikan. Program-program ekonomi tidak semata bersifat elitis dan mendongkrak pencitraan pemerintah. 

Menurutnya, saat ini sinyal makin parahnya tingkat kedalaman kemiskinan nasional yang naik menjadi 1,83 (2017) dari 1,74 (2016) dan tingkat keparahan kemiskinan menjadi 0,48 (2017) dari 0,44 (2016), menunjukkan bahwa program ekonomi pemerintah selama ini hanya mampu mendongkrak lapisan menengah-atas yang makin meningkatkan akumulasi aset dan kekayaannya. 

"Ini jika terlihat indeks gini rasio kesenjangan yang stagnan, yang artinya kesenjangan sulit diobati oleh pemerintah," tukas Wakil Ketua MEK PP Muhammadiyah ini.

Berkaitan dengan poin ketiga, Mukhaer Pakkanna menambahkan, bahwa berkaitan perdebatan tentang apakah daya beli masyarakat makin tergerus atau tidak, AFEB PTM memandang bahwa fenomena hebohnya daya beli dan shifting pola belanja masyarakat hanya merupakan fenomena wilayah perkotaan. 

Daya beli masyarakat pada lapisan menengah perkotaan, kata dia, justru masih bertahan kuat, kendati mengalami pergeseran pola belanja. Sementara, daya beli masyarakat pada lapisan masyarakat miskin di wilayah perdesaan/perkotaan tetap semakin parah. 

"Itu artinya, AFEB PTM melihat bahwa model pendekatan pembangunan dan perubahan teknologi informasi belum optimal mendongkrak kesejahteraan masyarakat miskin. Diperlukan inovasi disruptif yang familiar dengan masyarakat bawah," tegasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER