Kamis, 25 April, 2024

Mewaspadai Penyakit Difteri

MONITOR – Di pengujung tahun 2017, status Kejadian Luar Bias (KLB) difteri di sejumlah provinsi mengagetkan kita semua.

Data dari Kemenkes, dalam kurun waktu Oktober – November sedikitnya ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri di wilayah kabupaten/kotanya, yakni : Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Kasus KLB yang diklaim termasuk tertinggi di dunia oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini cukup merisaukan masyarakat.

Difteri ini bukanlah penyakit baru, dinamai resmi sebagai diphte’rite oleh dokter berkebangsaan Prancis Pierre Bretonneau (1778-1862). Penyebab penyakit ini meluas adalah karena imunisasi difteri tidak lengkap. Ditegaskan oleh Sekjen Satgas Imunisasi KDAI, Soedjatmiko, beberapa waktu lalu bahwa 75% anak yang mengalami gejala difteri tidak diimunisasi lengkap.

Difteri adalah penyakit yang bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah adanya pertumbuhan membran (pseodomembran) berwarna putih keabu-abuan, yang lokasi utamanya daerah tenggorokan. Membran tersebut dapat menutup saluran pernapasan dalam waktu yang sangat singkat dalam hitungan beberapa jam sampai beberapa hari saja (www.paei.or.id).

- Advertisement -

Penularan bakteri penyebab difteri di antaranya melalui partikel udara, perlengkapan pribadi dan peralatan rumah tangga yang terkontaminasi. Jika partikel udara dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi terhirup oleh anda, maka dapat terkena difteri. Oleh karena itu disarankan memakai masker terutama di tempat-tempat ramai. Terdapat pula faktor pemicu yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena difteri, yaitu : tinggal di wilayah yang kurang higienis, tidak mendapatkan vaksin difteri terbaru dan memiliki gangguan sistem imun atau mempunyai sistem imun yang lemah (hellosehat.com).  

Menurut Dr. I Nyoman Kandun, MPH (Dewan Pengarah Pusat Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia) dalam artikelnya, masa inkubasi difteri antara 2 – 5 hari. Secara klinis, difteri juga bisa menyerang hidung, tonsil, laring, faring, laringotrakea, kulit dan genital. Infeksi oleh difteri bisa menyebabkan kematian apabila sudah terjadi komplikasi pada laring dan trakea yang menyumbat saluran pernapasan, juga bisa merusak jantung, sistem  syaraf dan ginjal.

Gejala difteri yang tampak dan mudah dikenali adalah demam tinggi 380C ke atas, adanya selaput putih keabu-abuan dan mudah berdarah, hidung berair, bengkak di area leher, sakit saat menelan dan sesak napas.

Pencegahan paling efektif dari penyakit mematikan ini adalah dengan imunisasi, maka menyusul kasus difteri yang merebak di berbagai daerah tersebut, pemerintah mengimbau masyarakat melengkapi imunisasi bagi anak-anaknya, usia 1 sampai dengan 19 tahun.

Selain itu, Kemenkes melakukan respon cepat penanggulangan Difteri atau Outbreak Response Immunization (ORI) di 12 kabupaten/kota di 3 provinsi (Jakarta, Jabar, dan Banten), kemudian akan diteruskan ke daerah lainnya hingga menjadi 82 kabupaten/kota di 22 provinsi. Untuk itu, pemerintah memastikan vaksin tersedia dalam jumlah yang cukup.

Di wilayah Tangerang Selatan, awal tahun ini, Januari 2018 sudah masuk penyuntikan imunisasi difteri tahap yang kedua. Tahap pertama dilaksanakan Desember kemarin. Berikutnya imunisasi tahap terakhir berjarak lebih kurang dalam enam bulan. Sekali lagi, masyarakat dianjurkan mendatangi Posyandu atau Puskesmas terdekat untuk mendapatkan imunisasi gratis dalam rangka ORI tadi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER